Tiada yang lebih beku dari perjumpaan dua manusia pemalu. Hadirnya dua katup bibir, tak menjamin ada cuap di sana. Maka merekalah para ahli diam—untuk selanjutnya menjadi para ahli tebak. Karena tak ada yang bisa dilakukan untuk sebuah kebisuan kolektif selain menebak dan menebak. Sebab itu di sanalah kerap terjadi sebuah tragedi memilukan yang biasa kita sebut ‘tertipu oleh apa yang kita reka sendiri.’
Cerita cinta para pemalu adalah kisah yang penuh rindu pilu. Mereka habiskan senja untuk menanti bulan pujaan di perempatan jalan, untuk sekadar menatap dalam diam. Sampai sang bulan berlalu, berjalan menjauh, lalu menyisakan bayangan punggungnya untuk kemudian hilang.
Kasihanilah mereka: para ahli memendam rasa; Para ahli membisu hati; Para ahli sungkan bicara.
Kasihanilah, kasihanilah.
Tapi bersiaplah. Karena barangkali ketika kau tanyakan seberapa bahagia mereka, kau akan sadar bahwa sejatinya kaulah yang lebih pantas dikasihani. Lalu kau akan menangis. Tersedu. Dalam rindu yang—ternyata selama ini—semu.
Tulisan yang selalu memberikan unsur rasa dalam jiwa. Selalu terinspirasi dari blog ini. Keren. Terus berkarya.. 🙂
lagi lagi tertawan sama tulisan ka azhar —
Kadang mereka yang sukses memendam cintanya lebih bahagia daripada mereka yang mengumbar, kadang sebaliknya. Begitulah cinta, selalu sulit diterka. 🙂
Reblogged this on Hai, Saya Andin! 🙂 and commented:
” ..tak ada yang bisa dilakukan untuk sebuah kebisuan kolektif selain menebak dan menebak. Sebab itu di sanalah kerap terjadi sebuah tragedi memilukan yang biasa kita sebut ‘tertipu oleh apa yang kita reka sendiri.’”
Reblogged this on The World is Mine.
izin share kk… thx before :))
Reblogged this on Lacuna's Story.
kereen, izin share ka..